Bacaayat Al-Quran, Tafsir, dan Konten Islami Bahasa Indonesia. Baca ayat Al-Quran, Tafsir, dan Konten Islami Bahasa Indonesia Al-alaq ayat 5 94 surat+al baqarah ayat 36 95 Al-'Alaq ayat 5 96 Surah al- baqarah ayat 36\ 97 ali imran 13 98 Surat yusuf 99 ar-rahman 100 saba' ayat 46. Hasil pencarian tentang Ibnu+katsir Apakah yang Anda maksud tafsir ibnu katsir via yang tidak tahu Ibnu Katsir? Ibnu Katsir merupakan penulis tafsir Qur'an yang terkenal yang bernama Tafsir Ibnu Katsir. Ismail bin Katsir adalah seorang pemikir dan ulama Muslim. Namanya lebih dikenal sebagai Ibnu Katsir. Beliau lahir pada tahun 1301 M di Busra, Suriah dan wafat pada tahun 1372 M di Damaskus, Ibnu Katsir merupakan kitab paling penting yang ditulis dalam masalah tafsir al-Qur’an al-Azim, paling banyak diterima dan tersebar di tengah umat kini, tafsir Ibnu Katsir Alquran al-Karim sebanyak 10 jilid ini masih menjadi bahan rujukan dalam dunia ini, kami akan menyampaikan tentang tafsir Ibnu Katsir surat Al-Maidah ayat 8. Berikut Juga Mengambil Makna Tersembunyi Tafsir Surah Ad Duha agar Kita Selalu BersyukurAsbabun Nuzul Surat Al-Maidah Ayat 8 Hukum Keadilan dan Kebenaran Tafsir Ibnu Katsirilustrasi al maidah ayat 8 via budiman, seiring do'a semoga Rahmat serta bimbinganNya selalu menyertai kita dalam segala aktivitas di dunia ini, untuk semata menghambakan diri yang memerintahkan kepada orang mukmin agar melaksanakan amal dan pekejaan mereka dengan cermat, jujur dan bijaksana serta penuh keikhlasan semata karena Allah. Baik amalan yang berkaitan dengan urusan agama, maupun urusan pekerjaan yang berkait dengan keduniawian. Karena hanya dengan jalan tersebut mereka bisa sukses dan memperoleh hasil atau balasan yang mereka Al-Maidah ayat 8 berkaitan dengan persaksian dalam hukum, mereka harus adil menempatkannya apa yang memandang siapa orangya sekalipun di hatimu ada kebencian dengan suatu kaum sehingga mendorong kamu tidak berlaku الَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوّٰمِينَ لِلَّـهِ شُهَدَآءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَـَٔانُ قَوْمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ ۚ اعْدِلُوا۟ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا۟ اللَّـهَ ۚ إِنَّ اللَّـهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ ﴿المائدة٨ "Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adil itu, lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan". QS, Al-Maidah ayat 8Sebab turunnya ayat tersebut, berkenaan dengan diri Usman bin Thalhah bin Abu Thalhah ketika terjadi peristiwa Fathu Makkah Penaklukan Makkah. Nama asli Abu Thalhah ayah Usman ini ialah Abdullah bin Abdul Uzza bin Usman Abdid Daar bin Qusyai bin Kilab al-Quraisy merupakan juru kunci hajib yang mulia. Menurut Ibnu Katsir, sebab turun ayat ini adalah ketika Rasullah saw. Meminta kunci Ka'bah darinya Usman sewaktu penaklukan Mekkah lalu menyerahkannya kembali kepadanya. Dan kisah selanjutnya Ali bin Abu Thalib juga memohon kepada Nabi saw. agar kunci diserakan kepadanya. Namun Nabi saw. menyerahkan kepada Usman bin Thalhah bin Abu pula Ibnu Marduwaih meriwayatkan dari jalan Thoriq Al-Kalabi dari Abu Sholih dari Ibnu Abbas, ketika terjadi Fathu Mekkah Rasulullah saw. Memanggil Usman bin Thalhah bin abi Thalhah untuk menyerahkan kunci Ka'bah. Ketika Usman bin Thalhah hendak menyerahkan kunci tersebut, Abbas berdiri kemudian berkata kepada Rasul agar menyerahkan kunci itu kepada Ali bin Abi perkataan Abbas tersebut, Usman bin Thalhah urung menyerahkan kunci tersebut kepada Rasullah saw. Lantas Rasulullah meninta kembali kepada Usman ketika Usman hendak menyerahkannya. Abbas kembali berdiri dan berkata seperti perkataan semula. Usman-pun urung menyerahkan kunci tersebut. Kejadian ini berulang sampai tiga saw. bersabda "Hai Usman, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir, serahkanlah kunci itu kepadaku". Mendengar Rasulullah berkata demikian, Usman pun menyerahkan kunci tersebut. Setelah Rasulullah menerima kunci tersebut, Rasul masuk ke dalam Ka'bah dan melihat gambar Nabi Ibrahim. Rasulullah meninta air dan membersihkan gambar tersebut. Setelah itu beliau melakukan thawaf, namun baru sekitar stau atau dua putaran malaikat Jibril turun dan menyampaikan ayat tersebut."QS, Al-Maidah ayat 8.يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوّٰمِينَ لِلَّـهِMaksudnya adalah jadilah kalian sebagai penegak kebenaran karena Allah Swt. Bukan karena manusia atau mencari popularitas. Dan jadilah kalian "menjadi saksi dengan adil" maksudnya secara adil dan bukan secara tegakkanlah kebenaran, keadilan itu terhadap orang lain meskipun kamu adalah dengan menyuruh mereka melakukan yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, dalam rangka mencari ridha Allah Swt.ilustrasi keadilan via ashohihain telah ditegaskan dari Nu'man bin Basyir "Ayahku pernah memberiku suatu pemberian, lalu Ibuku Amrah binti Rawhah, berkata "aku tidak rela sehingga engkau mempersaksikan pemberian itu kepada Rasullah saw. Kemudian ia ayahku mendatangi Rasullah saw. dan meminta beliau menjadi saksi atas sedekahku itu. maka beliaupun bersabda " Apakah setiap anakmu engkau beri hadiah seperti itu juga? "tidak" jawabnya, maka Rasullah saw. bersabda "Sesungguhnya aku tidak mau bersaksi atas suatu ketidakadilan". Kemudian ayahku pulang dan menarik kembali pemberian بِالْقِسْطِAsy-syahadah kesaksian disini yang dimaksud meyatakan kebenaran kepada Hakim, supaya diputuskan hukum berdasarkan kebenaran itu. Atau hakim itulah yang menyatakan kebenaran dengan memutuskan atau mengakuinya bagi yang melakukan dasarnya ialah berlaku adil tampa berat sebelah, baik terhadap orang yang disaksikan maupun peristiwa yang disaksikan, tak boleh berat sebelah, baik karena kerabat, harta ataupun pangkat, dan tak boleh meninggalkan keadilan, dikarenakan kefakiran atau keadilan adalah neraca kebenaran. Sebab manakala terjadi ketidakadilan pada suatu umat, apaun sebabnya, maka akan lenyap kepercayaan umum, dan tersebarlah berbagai macam kerusakan dan terpecah belahlah segala hubungan dalam lama Allah Swt. pasti akan menimpakan atas umat itu, termasuk beberapa hamba-Nya yang paling dekat kepada keadilan sekalipun, tetapi tetap ikut merasakan bencana dan hukuman Tuhan. Dan begitulah Sunattullah, baik terhadap bangsa-bangsa sekarang maupun bangsa bangsa terdahulu. Tetapi manusia rupanya tak mau mengerti. وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَـَٔانُ قَوْمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعْدِلُوDan janganlah permusuhan dan kebencian kamu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk bersikap tidak adil terhadap mereka. Jadi terhadap merekapun, kaum yang kamu benci sekali-pun, harus tetap memberikan kesaksian sesuatu hak yang patut mereka terima apabila mereka memang patut menerimanya. Dan putuskanlan mereka dengan kebenaran/ orang mukmin pasti mengutamakan keadilan daripada berlaku aniaya dan berat sebelah. Keadilan harus ditempatkan di atas hawa nafsu dan kepentingan-kepentingan pribadi, golongan, dan di atas rasa cinta dan permusuhan, apapun هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىKalimat ini merupakan penguat dari kalimat sebelumnya, karena sangat pentingnya soal keadilan untuk diperhatikan. Karena keadilan itulah yang lebih dekat kepada taqwa, dan terhindar dari murka-Nya. Adalah termasuk dalam katagori fi'lut tafdhil, yaitu pada kedudukan di tempat yang tidak ada perbandingannya seperti yang ada dalam firman Allah Swt berikut أَصْحٰبُ الْجَنَّةِ يَوْمَئِذٍ خَيْرٌ مُّسْتَقَرًّا وَأَحْسَنُ مَقِيلًا ﴿الفرقان٢٤"Para penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya". QS Al-Furqaan 24Baca Juga Kandungan Doa Dalam Surah Al Insyirah, yang Jauh Jadi Dekat, yang Sulit Jadi MudahDemikian tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Maidah Ayat 8. Ayat tersebut memiliki makna yang berat untuk suatu penjelasan di atas bermanfaat dan meningkatkan keimanan kita. islam TafsirIbnu Katsir Surat Al Baqarah Ayat 89. "Dan setelah datang kepada mereka al-Qur'an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, lalu mereka ingkar kepadanya.

Surat Al Insyirah merupakan surat ke-94 dalam Al Quran yang terdiri dari 8 ayat. Surat ini diturunkan di Mekah pada masa awal-awal kenabian Rasulullah SAW. Dalam surat ini, Allah SWT memberikan kebahagiaan dan kelegaan kepada Nabi Muhammad SAW yang merasa sedih dan gelisah karena tanggung jawab kenabian yang begitu besar. Makna Surat Al Insyirah Secara etimologi, kata insyirah berasal dari kata syaraha yang berarti membuka atau mengembangkan. Oleh karena itu, Surat Al Insyirah membawa makna membuka hati dan jiwa Nabi Muhammad SAW dari kesedihan dan kegelisahan yang dirasakannya. Selain itu, surat ini juga mengandung makna kelegaan, harapan, dan penghiburan bagi umat Islam. Isi Surat Al Insyirah Surat Al Insyirah terdiri dari 8 ayat yang keseluruhannya berisi tentang kebahagiaan, kelegaan, dan penghiburan. Ayat pertama dan kedua menceritakan tentang Allah SWT yang telah membuka hati dan jiwa Nabi Muhammad SAW dari kesedihan dan kegelisahan. Ayat ketiga dan keempat mengajarkan tentang pentingnya bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat yang diberikan-Nya. Ayat kelima dan keenam mengandung pesan tentang pentingnya berdoa dan memohon kepada Allah SWT ketika mengalami kesulitan dan kesedihan. Ayat ketujuh dan kedelapan mengajarkan tentang pentingnya berusaha dan tidak putus asa dalam menghadapi tantangan hidup. Berdasarkan isi surat ini, dapat disimpulkan bahwa Surat Al Insyirah mengajarkan umat Islam untuk selalu bersyukur, berdoa, dan berusaha dalam menghadapi tantangan hidup. Pelajaran dari Surat Al Insyirah Surat Al Insyirah mengandung banyak pelajaran bagi umat Islam. Pertama, surat ini mengajarkan tentang pentingnya bersyukur atas nikmat-nikmat yang diberikan Allah SWT. Kedua, surat ini mengajarkan tentang pentingnya berdoa dan memohon kepada Allah SWT ketika mengalami kesulitan dan kesedihan. Ketiga, surat ini mengajarkan tentang pentingnya berusaha dan tidak putus asa dalam menghadapi tantangan hidup. Keempat, Surat Al Insyirah mengajarkan tentang pentingnya melihat sisi positif dalam setiap keadaan. Allah SWT memberikan ujian dan cobaan kepada hamba-Nya bukan untuk merugikan, melainkan untuk menguji keteguhan iman dan keimanan. Oleh karena itu, sebagai umat Islam, kita harus selalu bersikap positif dan mengambil pelajaran dari setiap ujian dan cobaan yang diberikan Allah SWT. Tafsir Surat Al Insyirah Ibnu Katsir Ibnu Katsir merupakan seorang ulama besar dalam bidang tafsir Al Quran. Dalam tafsirnya tentang Surat Al Insyirah, Ibnu Katsir menyampaikan bahwa surat ini merupakan bentuk penghiburan dan kelegaan bagi Nabi Muhammad SAW yang merasa gelisah dan sedih karena tugas kenabian yang begitu besar. Selain itu, surat ini juga mengajarkan tentang pentingnya bersyukur, berdoa, dan berusaha dalam menghadapi tantangan hidup. Menurut Ibnu Katsir, ayat pertama dan kedua dalam Surat Al Insyirah mengandung makna bahwa Allah SWT telah membuka hati dan jiwa Nabi Muhammad SAW dari kesedihan dan kegelisahan. Ayat ketiga dan keempat mengajarkan tentang pentingnya bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat yang diberikan-Nya, sedangkan ayat kelima dan keenam mengajarkan tentang pentingnya berdoa dan memohon kepada Allah SWT ketika mengalami kesulitan dan kesedihan. Selanjutnya, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ketujuh dan kedelapan dalam Surat Al Insyirah mengajarkan tentang pentingnya berusaha dan tidak putus asa dalam menghadapi tantangan hidup. Allah SWT tidak memberikan ujian dan cobaan kepada hamba-Nya yang tidak mampu ditanggungnya. Oleh karena itu, sebagai umat Islam, kita harus selalu bersikap positif dan mengambil pelajaran dari setiap ujian dan cobaan yang diberikan Allah SWT. Kesimpulan Surat Al Insyirah merupakan surat yang mengandung makna kebahagiaan, kelegaan, dan penghiburan bagi umat Islam. Surat ini mengajarkan tentang pentingnya bersyukur, berdoa, dan berusaha dalam menghadapi tantangan hidup. Tafsir Surat Al Insyirah Ibnu Katsir memberikan penjelasan yang lebih detail tentang makna dan pelajaran dari surat ini. Sebagai umat Islam, kita harus selalu mengambil pelajaran dari setiap ayat dalam Al Quran, termasuk Surat Al Insyirah, untuk menuntun kita dalam menjalani hidup yang lebih baik.

TafsirSurat Al Insyirah Ibnu Katsir. Jual Beli Agama & Kepercayaan Tafsir Surat Al Insyirah Ibnu Katsir Produk Filter. Filter Populer. 4 ke atas. Sehari sampai Super seller Bekas Kategori Barang Pengiriman Sehari sampai Gratis ongkir Harga Harga minimum. Rp Harga maksimum Tafsir Ibnu Katsir LengkapTafsir Ibnu Katsir Surah Al-Qur’an Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Fatihah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Baqarah Lengkap Tafsir Ibnu Katsir Surah Ali Imraan Lengkap Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nisaa’ Lengkap Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Maa-idah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-An’am 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-A’raaf 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Anfaal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 Tafsir Ibnu Katsir Surah At-Taubah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 Tafsir Ibnu Katsir Surah Yunus 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 Tafsir Ibnu Katsir Surah Huud 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 Tafsir Ibnu Katsir Surah Yusuf 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 Tafsir Ibnu Katsir Surah Ar-Ra’d 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Tafsir Ibnu Katsir Surah Ibrahim 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Hijr 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Israa’ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Kahfi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 Tafsir Ibnu Katsir Surah Maryam 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Tafsir Ibnu Katsir Surah Thaahaa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Anbiyaa’ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Hajj 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Mu’minuun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nuur 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Furqaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Tafsir Ibnu Katsir Surah Asy-Syu’araa’ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Naml 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Qashash 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Ankabuut 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Tafsir Ibnu Katsir Surah Ar-Ruum 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Tafsir Ibnu Katsir Surah Luqman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tafsir Ibnu Katsir Surah As-Sajdah 1 2 3 4 5 6 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Ahzab 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Tafsir Ibnu Katsir Surah Saba’ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Tafsir Ibnu Katsir Surah Faathir 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Tafsir Ibnu Katsir Surah Yaasiin 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Tafsir Ibnu Katsir Surah Ash-Shaaffaat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Tafsir Ibnu Katsir Surah Shaad 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Tafsir Ibnu Katsir Surah Az-Zumar 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Mu’min 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Tafsir Ibnu Katsir Surah Fushshilat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Tafsir Ibnu Katsir Surah Asy-Syuura 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Tafsir Ibnu Katsir Surah Az-Zukhruf 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Tafsir Ibnu Katsir Surah Ad-Dukhan 1 2 3 4 5 6 7 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-jaatsiyah 1 2 3 4 5 6 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Ahqaaf 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Tafsir Ibnu Katsir Surah Muhammad 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Fath 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Hujuraat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tafsir Ibnu Katsir Surah Qaaf 1 2 3 4 5 6 7 8 Tafsir Ibnu Katsir Surah Adz-Dzaariyaat 1 2 3 4 5 6 Tafsir Ibnu Katsir Surah Ath-Thuur 1 2 3 4 5 Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Najm 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Qamar 1 2 3 4 5 6 7 Tafsir Ibnu Katsir Surah Ar-Rahmaan 1 2 3 4 5 6 7 8 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Waaqi’ah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Hadid 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Mujaadilah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Hasyr 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Mumtahanah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tafsir Ibnu Katsir Surah Ash-Shaff 1 2 3 4 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Jumu’ah 1 2 3 4 5 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Munaafiquun 1 2 3 Tafsir Ibnu Katsir Surah At-Taghaabun 1 2 3 Tafsir Ibnu Katsir Surah Ath-Thaalaq 1 2 3 4 5 6 Tafsir Ibnu Katsir Surah At-Tahriim 1 2 3 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Mulk 1 2 3 4 5 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Qalam 1 2 3 4 5 6 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Haaqqah 1 2 3 4 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Ma’aarij 1 2 3 4 5 Tafsir Ibnu Katsir Surah Nuh 1 2 3 4 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Jin 1 2 3 4 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Muzzammil 1 2 3 4 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Muddatstsir 1 2 3 4 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Qiyamah 1 2 3 4 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Insaan 1 2 3 4 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Mursalaat 1 2 3 Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Naba’ 1 2 3 Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Naazi’aat 1 2 3 Tafsir Ibnu Katsir Surah Abasa 1 2 3 Tafsir Ibnu Katsir Surah At-Takwiir 1 2 3 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Infithaar Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Muthaffifiin 1 2 3 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Insyiqaaq 1 2 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Buruuj 1 2 3 Tafsir Ibnu Katsir Surah Ath-Thaariq Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-A’laa Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Ghaasyiyah 1 2 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Fajr 1 2 3 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Balad 1 2 Tafsir Ibnu Katsir Surah Asy-Syams Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Lail Tafsir Ibnu Katsir Surah Adl-Dluhaa Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Insyirah Tafsir Ibnu Katsir Surah At-Tiin Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Alaq 1 2 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Qadr Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Bayyinah Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Zalzalah Tafsir Ibnu Katsir Surah Al’Aadiyaat Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Qaari’ah Tafsir Ibnu Katsir Surah At-Takaatsur Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Ashr Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Humazah Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Fiil 1 2 3 Tafsir Ibnu Katsir Surah Quraisy Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Maa’uun 1 2 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Kautsar Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Kaafiruun Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nashr Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Lahab Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Ikhlash 1 2 Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Falaq 1 2 Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Naas 1 2 & tafsiribnukatsir #tafsiralquran #suratalinsyirah #kajiansunnah #kajianilmiah #kajianislam #pemudahijrah #pemudapersis #persatuanislam #saveaqidah #jayalahi

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Insyirah Kelapangan Surah Makkiyyah; Surah ke 94 8 ayat “1. Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?, 2. dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, 3. yang memberatkan punggungmu? 4. dan Kami tinggikan bagimu sebutan namamu, 5. karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, 6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. 7. Maka apabila kamu telah selesai dari sesuatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain, 8. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” al-Insyirah 1-8 Firman Allah a lam nasyrah laka shadraka “Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?” maksudnya, Kami telah menerangi dadamu, yaitu dengan cahaya Kami. Dan Kami jadikan dadamu lapang, lebar, dan luas. Yang demikian itu seperti firman-Nya famay yuridillaaHu ay yaHdiyaHu yasyrah shadraHuu lil islaami “Barangsiapa yang Allah berkehendak untuk memberi petunjuk kepadanya, maka Dia akan melapangkan dadanya untuk Islam.” al-An’am 125 dan sebagaimana Allah telah melapangkan dada beliau, maka Diapun menjadikan syariat-Nya demikian lapang dan luas, penuh toleransi dan kemudahan, tidak mengandung kesulitan, benban dan kesempitan. Firman Allah wawadla’naa angka wizraka “Dan Kami telah menghilangkan darimu bebanmu.” Mempunyai pengertian liyaghfiralakallaaHu maa taqaddama min dzambika wamaa ta-akhkhara “Supaya Allah member ampunan kepadamu akan dosa yang telah engkau perbuat dulu dan yang akan dating.”al-Fath 2 Alladzii angqadla dzaHraka “yang memberatkan punggungmu.” kala “al-inqaadu” disini berarti suara. Dan lebih dari satu ulama salaf yang mengenai firman-Nya, Alladzii angqadla dzaHraka “yang memberatkan punggungmu.” mengatakan “Yakni bebannya telah memberatkanmu.” Firman Allah wa rafa’naa laka dzikraka “Dan Kami tinggikan bagimu sebutan [nama]mu.” Mujahid mengatakan, “Aku tidak disebut melainkan disebutkan bersamaku kesaksian bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah.” Qatadah mengatakan “Allah meninggikan sebutan beliau di dunia dan di akhirat. Tidak ada seorang khatib, orang yang mengucapkan syahadat, dan juga orang yang mengerjakan shalat, melainkan menyebutkan kesaksian asyHadu allaa ilaaHa illaallaaHu wa asyHadu anna muhammadar rasuulullaH Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak untuk diibadahi dengan benar selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.” Ibnu Katsir menyebutkan sejumlah baik syair Hasan bin Tsabit “Dipancarkan pada penutup kenabian, dari Allah berupa cahaya yang kemilau lagi disaksikan Ilah telah menggabungkan nama Nabi pada Nama-Nya, Dimana pada kumandang kelima mu-adzin menyebutkan syaHadat. Dan diambil nama dari Nama-Nya untuk mengagungkannya. Demikian Pemilik Arsy sangat terpuji, dan inilah Muhammad. Firman Allah Ta’ala fa inna ma’al usri yusran, inna ma’al usri yusran “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” Allah memberitahukan bahwa bersama kesulitan itu terdapat kemudahan. Kemudian Dia mempertegas berita tersebut. Ibnu Jarir meriwayatkan dari al-Hasaan, dia berkata “Nabi saw. Pernah keluar rumah pada suatu hari dalam keadaan senang dan gembira, dan beliau juga dalam keadaan tertawa seraya bersabda “Satu kesulitan itu tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan itu terdapat kemudahan.” Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kesulitan itu dapat diketahui pada dua keadaan, dimana kalimatnya dalam bentuk mufrad tunggal. Sedangkan kemudahan al-yusr dalam bentuk nakirah tidak ada ketentuannya sehingga bilangannya bertambah banyak. Oleh karena itu beliau bersabda “Satu kesulitan itu tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan.” Ibnu Duraid berkata “Abu Hatim as-Sijistani mengumandangkan syair untukku “Jika hati telah menguasai keputusasaan. Dan sudah menjadi sempit oleh dada yang lapang. Ia menginjak semua yang tidak disukai dan menjadi tenang,. Dan menancapkan kesulitan di beberapa tempat. Dan untuk menyingkap mudharat, ia tidak melihat jalan. Dia mendatangimu dalam keadaan putus asa dari meminta bantuan. Yang diberikan oleh Yang Mahalembut lagi Mahamengabulkan. Dan setiap kejadian itu jika berakhir, maka akan membawa kepada kebahagiaan yang dekat.” Penyair lain mengungkapkan “Tidak jarang musibah itu membuat sempit gerak pemuda, dan pada sisi Allah jalan keluar diperoleh. Lengkap sudah penderitaan. Dan ketika kepungannya mendominasi, maka terbukalah jalan, yang sebelumnya dia menduga musibah itu tiada akhir.” Firman Allah fa idzaa faraghta fangshab. Wa ilaa rabbika farghab “Maka apabila kamu telah selesai [dari suatu urusan], kerjakanlah dengan sungguh-sungguh [urusan] yang lain. Dan hanya kepada Rabb-mu lah hendaknya kamu berharap.” maksudnya, jika engkau telah selesai mengurus berbagai kepentingan dunia dan semua kesibukannya serta telah memutus semua jarigannya, maka bersungguh-sungguhlah untuk menjalankan ibadah serta melangkahlah kepadanya dengan penuh semangat, dengan hati yang kosong lagi tulus, serta niat karena Allah. Dari pengertian ini terdapat sabda Rasulullah saw. Di dalam hadits yang diserpakati keshahihannya “Tidak sempurna shalat seseorang ketika makanan telah dihidangkan dan tidak sempurna pula shalat dalam keadaan menahan buang air kecil dan besar.” Dan dari Ibnu Mas’ud “Jika engkau telah selesai menunaikan berbagai kewajiban, maka bersungguh-sungguhlah untuk melakukan Qiyamul lain. Dan dalam sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud fangshab. Wa ilaa rabbika farghab “dan kerjakanlah dengan sungguh-sungguh. Dan hanya kepada Rabb-mu lah hendaknya kamu berharap.” setelah selesai dari shalat yang engkau kerjakan sedang engkau masih dalam keadaan duduk. Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata “Jika engkau telah selesai, maka bersungguh-sunguhlah, yakni berdoa. wallaaHu a’lam. Tagal-insyirah, alam nasyrah, surah al insyirah, surat al insyirah, tafsir, tafsir al-Qur'an, Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Insyirah, Tafsir Al-Qur’an Surah Alam Nasyrah, tafsir alquran, tafsir ibnu katsir, Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Insyirah

SuratAl-Insyirah "Bukankah kami Telah melapangkan untukmu dadamu?. Sedangkan dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa Allah telah menjadikan dada Nabi Muhammad saw. bercahaya dan luas lagi lapang, sebagaimana disebut dalam Q.S. Al-An'am(6):125. Dan sebagaimana Allah telah melapangkan dada Rasulullah saw., demikian pula Allah telah
Dalam menempuh kehidupan, manusia akan selalu menemui berbagai problem dan kesibukan, baik mengenai pekerjaan, aktivitas, cinta, dan lain sebagainya. Selayaknya tali yang memiliki banyak ikatan, masalah-masalah itu kadang berkumpul dalam satu waktu yang seringkali membuat diri kita stres dan lelah dalam menjalani kehidupan. Sehubungan dengan persolan kehidupan ini, al-Qur’an ikut andil membicarakannya dalam Surat ini merupakan surat Makiyah akhir yang turun menjelang Nabi Muhammad hijrah ke Madinah. Pembahasan ayat ini dibagi dalam tiga bagian. Kelompok pertama, atau pada ayat 1-4, membahas seputar beban hidup dan berbagai kesusahannya. Bagian kedua, ayat 5 dan 6 yang memuat tentang bagaimana pembanding antara kesusahan dan kemudahan. Dan yang ketiga, ayat 7 dan 8 memuat sikap yang diambil dalam menjalani Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa surat al-Insyirah ini turun sebagai penenang bagi Nabi Muhammad. Digambarkan bahwa pada saat itu Nabi sedang memikul beban yang sangat berat, walaupun tidak secara tekstual Al-Qur’an menguraikan beban tersebut, Quraish Shihab dalam penafsirannya menganalisa beberapa beban yang sedang dipikul oleh wafatnya istri beliau Sayyidah Khadijah dan paman beliau Abu Thalib. Kedua, beratnya wahyu Al-Qur’an yang beliau terima. Dan ketiga, kondisi masyarakat Arab Jahiliyyah di Mekkah yang menentang dan melakukan tipu-daya kepada dakwah Islam Nabi antara ketiga hal tersebut, Prof. Quraish lebih condong kepada poin ketiga dimana Nabi merasakan beban psikologis yang diakibatkan keadaan umat yang diyakini beliau berada dalam jurang kebinasaan, dan Nabi Muhammad belum dapat menemukan solusi yang tepat untuk hal tersebut. Hal ini diungkapkan Quraish Shihab dalam penafsiran Al-Insyirah ayat ini berbeda dengan yang diungkapkan oleh Fakhruddin Ar-Razy dalam Tafsir Kabir-nya yang mengungkapkan bahwa masalah yang sedang membebani Nabi adalah mengenai kefakiran beliau perihal harta yang dijadikan bahan penolakan dan ejekan oleh kaum Jahililiyyah Mekkah. Karena itu Ar-Razy pada penafsiran berikutnya, ayat 5 dan 6, mengartikan bahwa kata yusran يسرا sebagai dunia dan dan harta merupakan bagian dari dunia, karena itu hendaknya Nabi tidak perlu terlalu memikirkanknya, karena kesusahan Nabi di dunia akan berbuah di akhirat lain disampaikan Ibnu Katsir di tafsir Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim dalam Surat al-Insyirah ayat 5 dan 6 dimana makna yang ditekankan lebih pada aspek kebahasaannya. Kata al-usr العسر pada ayat tersebut disebutkan dalam bentuk mufrad tunggal yang ditanidai dengan adanya kata al ال pada kata tersebut dan menjadikan makna satu kesulitanSementara itu, kata yusran يسرا dibentuk dengan model nakirah yang memiliki makna banyak atau umum sehingga menjadikan maknanya kemudahan yang banyak atau kemudahan yang tidak terbatas. Dari sini bisa diambil pemahaman bahwa satu hal yang berat atau kesusahan dalam hidup tidak dapat dibandingkan dengan berbagai kemudahan dan keringanan yang telah atau akan bagian ketiga, yakni bagian ayat 7 dan 8 para mufasir memiliki berbagai pendapat. Fakhruddin Ar-Razi mengungkapkan bahwa yang dimaksud pada kedua ayat tersebut adalah perihal ibadah, dengan pengertian bahwa jika kita telah melaksanakan ibadah semisal sholat, maka dipersilahkan untuk melakukan hal lain, contohnya tersebut sedikit berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Ibnu Katsir yang memaknai ayat tersebut dengan pengertian jika seorang hamba telah selesai mengerjakan segala gemerlap duniawi maka lalu beribadahlah dengan niat ikhlas dan begitu, tafsir Prof Quraish cukup unik untuk ditilik dalam melihat kedua ayat terakhir Surat Al-Insyirah ini. Beliau mengungkapkan bahwa kedua ayat tersebut justru memberi anjuran kepada umat muslim untuk menyeimbangkan antara usaha yang sungguh-sungguh dan berdoa kepada Sang Pencipta. Ayat 7 dimaknai Prof. Quraish sebagai anjuran kepada umat muslim untuk selalu memiliki kesibukan dan tidak menyia-nyiakan waktunya. Bila telah menyelesaikan suatu pekerjaan, maka harus melaksanakan pekerjaan lainnya yang belum ayat 8 dimaknai sebagai doa kepada Allah sebagai pelengkap dan satu kesatuan dari usaha yang dilakukan pada ayat sebelumnya. Kedua ayat terakhir ini menjadi pertanda bahwa usaha harus didahulukan terlebih dahulu, setelah itu barulah mencurahkan harapan kepada Allah. Usaha dan doa harus selalu menjadi pegangan oleh manusia, karena betapapun kuatnya potensi yang dimiliki manusia akan selalu memiliki batas. Hanya harapan kepada Tuhan-lah yang dapat menjadikan manusia bertahan menghadapai dilema kehidupan yang kadang begitu pahit Al-Insyirah ini dapat dipahami beberapa poin penting, dimana dalam kehidupan manusia pasti mengalami berbagai problem kehidupan. Namun juga perlu disadari bahwa bersamaan dengan datangnya kesulitan dalam hidup, pasti ada kemudahan yang selalu mengimbanginya, dengan cara menyelesaikan satu persatu permasalahan tersebut. Seperti tali yang ikatannya rumit, tidak akan bisa dilepas jika tidak diurai satu persatu. Setelah melakukan usaha yang sebaik mungkin langkah berikutnya adalah berdoa kepada Sang Pemberi Kehidupan agar diberi kehidupan dan hasil yang lebih baik. Whenthe servant says, `All praise is due to Allah, the Lord of existence,' Allah says, 'My servant has praised Me. Al-Fatihah was called the Salah, because reciting it is a condition for the correctness of Salah - the prayer. Al-Fatihah was also called Ash-Shifa' (the Cure). It is also called Ar-Ruqyah (remedy), since in the Sahih, there is Surat Al-Insyirah atau disebut juga surat As-Syarh yang bermakna kelapangan dada, adalah surat Makiyyah yang diturunkan kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam sebelum berhijrah ke kota Madinah. Sebagaimana yang telah berlalu di awal-awal tafsir surat Adh-Dhuha, disana dijelaskan bahwa antara surat Adh-Dhuha dan surat Al-Insyirah memiliki keterkaitan, yaitu sama-sama membahas mengenai nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada Nabi Muhammad. Sehingga sebagian ulama menyatakan bahwasanya kedua surat ini tergabung dalam satu surat, meskipun yang benar adalah masing-masing tersendiri. Tetapi apabila diperhatikan lebih lanjut, akan dijumpai surat Adh-Dhuha berbicara mengenai nikmat-nikmat yang zhahir yang nampak terlihat dalam diri beliau. Adapun Al-Insyirah cenderung berbicara mengenai nikmat-nikmat yang maknawi berupa semangat dan kelapangan dada beliau. Oleh karena itu, surat Al-Insyirah diturunkan untuk mengingatkan beliau akan nikmat Allah berupa kelapangan dada sehingga beliau bisa bersabar menghadapi kesulitan-kesulitan, godaan-godaan, dan tantangan-tantangan dalam medan dakwah. Allah berfirman pada permulaan surat أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ “Bukankah Kami telah melapangkan dadamu Muhammad?” Allah lah yang telah menjadikan dada Nabi lapang, sehingga beliau diberi kelembutan, ketegaran, dan kesabaran dalam menghadapi segala ujian yang beliau hadapi dalam dakwah. Oleh karena itu, kita jumpai pada diri Nabi tertanam akhlak mulia yang sangat menakjubkan, hal ini karena dada Nabi telah dilapangkan oleh Allah. Meskipun beliau digelari dengan gelaran-gelaran buruk, dikatakan sebagai pendusta, penyihir, penyair gila, orang yang tersihir, orang yang murtad dari adat nenek moyangnya, tetapi semua itu bisa dihadapi oleh Nabi dengan lapang dada. Inilah bekal utama seorang dai ketika berkecimpung dalam medan dakwah, senantiasa berhias dengan akhlak mulia dan selalu berusaha melapangkan dadanya. Seorang dai yang berkecimpung dalam amar ma’ruf nahi munkar, pasti akan mendapatkan pertentangan dari masyarakat. Atau bahkan bisa jadi sering kali dia mendapatkan cercaan dan celaan manusia. Oleh karena itu, seorang dai butuh akan lapangnya dada. Jika dia tidak sanggup menghadapi tantangan-tantangan tersebut maka gugurlah dakwahnya. Sebagaimana kisah Nabi Musa ketika diperintahkan oleh Allah untuk mendakwahi Fir’aun yang sombong dan angkuh hingga mengaku sebagai tuhan. Allah berfirman اذْهَبْ إِلَىٰ فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَىٰ 24 قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي 25 وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي 26 وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّن لِّسَانِي 27 يَفْقَهُوا قَوْلِي 28 “24 Pergilah kepada Fir’aun, dia benar-benar telah melampaui batas; 25 Dia Musa berkata, Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku; 26 Dan mudahkanlah untukku urusanku; 27 Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku; 28 Agar mereka mengerti perkataanku’.” QS Thaha 24-28 Perhatikanlah apa yang diminta oleh Musa setelah Allah memerintahkan untuk berdakwah kepada Fir’aun. Pertama kali yang diminta oleh Nabi Musa adalah agar beliau diberi kelapangan dada, sebelum meminta yang lain. Setelah itu baru meminta agar beliau dimudahkan dalam mengungkapkan perkataan. Karena seseorang yang dadanya lapang maka semuanya menjadi mudah. Segala kesulitan yang ada di hadapannya, akan dihadapinya dengan lapang. Adapun jika dadanya sempit maka perkara yang sebenarnya mudah pun, bisa jadi terasa berat. Oleh karena itu, diantara karunia Allah terhadap seorang mukmin adalah ketika Allah menjadikan dadanya lapang, sebagaimana nikmat yang Allah berikan kepada Nabi sebelum nikmat-nikmat yang lain. Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya menyebutkan bahwa lapangnya dada disini mencakup lapang dada maknawi abstrak dan lapang dada hissi inderawi. lihat Tafsir Ibnu Katsir 8/415. Lapang dada yang maknawi yaitu kekuatan dalam menghadapi cobaan, kesabaran dalam menghadapi gangguan, kelembutan dalam menghadapi celaan, serta akhlak mulia lainnya. Adapun lapang dada yang hissi yaitu yang pernah dialami beliau ketika Allah mengirim malaikat Jibril sebanyak dua kali yaitu ketika masih kecil dan ketika Isra’ Mi’raj. Beliau membelah dada Nabi kemudian mencuci bagian buruk dari jantungnya, lalu dibersihkannya dengan air zam-zam dan diisi dengan keimanan dan hikmah. Sehingga Nabi memiliki dada yang lapang. Namun -wallahu a’lam- kedua pelapangan ini saling berkaitan, dengan dibelahnya dada Nabi dan dicucinya jantung Nabi oleh malaikat Jibril dari kotoran syaitan maka mempengaruhi kelapangan dada Nabi sehingga memilik akhlak yang super mulia. Nabi adalah orang yang sangat penyabar dan tidak mudah terpancing emosinya. Segala cercaan dan celaan dihadapinya dengan lapang dada. Bahkan beliau membalasnya dengan memaafkan. Renungkanlah keadaan Abdullah bin Ubay bin Salul, gembong munafik yang selama hidupnya menganggu dan mencerca Nabi, bahkan menuduh istri Nabi yaitu Aisyah sebagai pezina, sehingga ini membuat dada Nabi sesak. Namun ketika Abdullah bin Ubay bin Salul meninggal dunia, maka datanglah anaknya kepada Nabi, lalu meminta agar Nabi menyolatkannya. Bahkan Abdullah bin Ubay bin Salul ketika meninggal dia tidak memiliki apa-apa, sehingga Nabi lah yang memberikan bajunya sebagai kain kafannya. Dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar, beliau bercerita أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ أُبَيٍّ لَمَّا تُوُفِّيَ، جَاءَ ابْنُهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَعْطِنِي قَمِيصَكَ أُكَفِّنْهُ فِيهِ، وَصَلِّ عَلَيْهِ، وَاسْتَغْفِرْ لَهُ، فَأَعْطَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَمِيصَهُ، فَقَالَ آذِنِّي أُصَلِّي عَلَيْهِ»، فَآذَنَهُ، فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يُصَلِّيَ عَلَيْهِ جَذَبَهُ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَقَالَ أَلَيْسَ اللَّهُ نَهَاكَ أَنْ تُصَلِّيَ عَلَى المُنَافِقِينَ؟ فَقَالَ ” أَنَا بَيْنَ خِيَرَتَيْنِ، قَالَ {اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لاَ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً، فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ} [التوبة 80] ” فَصَلَّى عَلَيْهِ، فَنَزَلَتْ {وَلاَ تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا، وَلاَ تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ} [التوبة 84] Ketika Abdullah bin Ubai pemimpin orang-orang munafik meninggal, anak lelakinya menemui Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah! Berikan pakaian anda untuk mengkafaninya, shalatlah untuknya, dan mohonkanlah ampunan untuknya”. Maka Rasulullah memberikan pakaiannya kepadanya dan berkata, ”Beritahu aku apabila pemakaman telah siap sehingga aku mungkin menshalatkan jenazah nya”. Maka ia pun memberitahu Nabi. Ketika Nabi bersiap untuk menshalatkan jenazahnya, Umar memegang tangan Nabi dan berkata, “Bukankah Allah telah melarang anda menshalatkan orang-orang munafik?” Nabi bersabda, “Aku telah diberikan pilihan karena Allah berfirman “Apakah kau memohon ampun bagi mereka atau tidak memohon ampun bagi mereka, dan sekalipun kau memohon tujuh puluh kali untuk ampunan bagi mereka, Allah tidak akan mengampuni mereka.” QS At-Taubah 80 Maka Nabi pun mengerjakan shalat jenazah dan pada waktu itu turunlah wahyu Allah “Dan janganlah kau sekali-kali menshalatkan seorang pun di antara mereka orang-orang munafik yang mati.” QS At-Taubah 84 HR Bukhari no. 1269 Padahal Abdullah bin Ubay bin Salul selalu mengganggu dan menyakiti Nabi ketika dia masih hidup, namun Nabi ingin agar Allah mengampuni dia. Sampai akhirnya turun ayat yang melarang Nabi untuk memintakan ampun bagi seorang munafik. Ini menunjukkan bagaimana lapangnya dada Nabi. Kemudian Allah berfirman وَوَضَعْنَا عَنكَ وِزْرَكَ “Dan Kami pun telah menurunkan bebanmu darimu” Secara bahasa وِزْرٌ maknanya adalah dosa. Ada beberapa pendapat ahli tafsir tentang tafsir وِزْرَكَ pada ayat ini, sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Qurthubi 20/105-106 dan al-Baghowi 8/463. Sebagian ahli tafsir menafsirkannya dengan dosamu wahai Muhammad’, artinya dosa-dosa Nabi di zaman jahiliyah. Karena Nabi di zaman jahiliyah pernah terjerumus ke dalam kesalahan-kesalahan sebelum beliau diutus menjadi seorang Nabi seperti mengikuti sebagian adat kebiasaan kaumnya -meskipun Nabi tidak pernah menyembah berhala-. Sebagian ahli tafsir yang lain menafsirkannya dengan dosa ummatmu yang membebanimu’, karena begitu perhatiannya Nabi kepada umatnya sehingga seakan-akan beliau ikut memikul suatu beban berat. Dan diantara sifat Nabi adalah ikut merasa berat terhadap apa yang memberatkan ummatnya, diantaranya dosa-dosa mereka. Allah berfirman لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, dia sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” QS At-Taubah 128 Ada pula yang menafsirkan dengan, kesulitan yang engkau hadapi dalam berdakwah’. Sehingga itu semua diangkat oleh Allah agar tidak membebani beliau. Namun pendapat yang lebih kuat adalah pendapat pertama yang sesuai dengan zhahir ayat yaitu dosamu wahai Muhammad’ baik dosa yang telah lalu maupun yang akan datang, dan inilah pendapat yang dipilih oleh Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah lihat Tafsir Ibnu Katsir 8/416. Hal ini sebagaimana firman Allah لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَما تَأَخَّرَ “Agar Allah mengampuni bagimu dosa-dosamu yang telah lalu maupun yang akan datang” QS Al-Fath 2 Oleh karena itu, jumhur ulama berpendapat bahwasanya para Nabi mungkin saja untuk berdosa, dengan catatan Dosa mereka tidak berkaitan dengan risalah wahyu, karena mereka ma’sum dari kesalahan dalam menyampaikan risalah Allah. Tidak ada yang disembunyikan oleh mereka dan tidak ada yang dikurangi atau ditambah Dosa yang mereka lakukan sangatlah sedikit dan bukan dosa besar. Ini menguatkan bahwasanya para Nabi adalah benar-benar seorang manusia. Allah berfirman قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ “Katakanlah Muhammad, Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa’.” QS Al-Kahfi 110 Dan Nabi telah bersabda كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ “Seluruh anak-anak Adam melakukan kesalahan, dan sebaik-baik yang bersalah adalah yang bertaubat” HR Ahmad, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi dengan sanad yang hasan Dan para Nabi seluruhnya adalah keturunan Nabi Adam. Maka demikian pula dengan Nabi-Nabi sebelum beliau juga pernah melakukan kesalahan. Nabi Adam pernah berdosa, dia memakan buah yang dilarang oleh Allah, kemudian Allah memberikannya taufik untuk segera bertaubat dan akhirnya taubatnya diterima. Allah berfirman وَعَصَى آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَى ثُمَّ اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدَى “Dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia, kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk” QS Thoha 121-122 Nabi Nuuh alaihis salam juga pernah bersalah dan memohon ampun tatkala meminta keselamatan untuk anaknya yang kafir. Maka Allah menegur beliau dengan berfirman قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلَا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ قَالَ رَبِّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْأَلَكَ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَإِلَّا تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُنْ مِنَ الْخَاسِرِينَ Allah berfirman “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu yang dijanjikan akan diselamatkan, sesungguhnya perbuatannya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui hakekatnya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan”. Nuh berkata Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui hakekatnya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan tidak menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi” QS Huud 46-47 Nabi Musa juga pernah berdosa, dia pernah memukul pengikut Fir’aun hingga meninggal dunia, meskipun tanpa bermaksud membunuh. Kemudian Nabi Musa bertaubat kepada Allah dan Allah pun mengampuninya. Allah berfirman فَوَكَزَهُ مُوسَى فَقَضَى عَلَيْهِ قَالَ هَذَا مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ عَدُوٌّ مُضِلٌّ مُبِينٌ قَالَ رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي فَغَفَرَ لَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata “Ini adalah perbuatan syaitan sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata permusuhannya. Musa mendoa “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku”. Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang QS Al-Qoshosh 15-16 Nabi Dawud juga pernah bersalah وَظَنَّ دَاوُودُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ فَغَفَرْنَا لَهُ ذَلِكَ Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat. Maka Kami ampuni baginya kesalahannya itu. QS Shood 24-25 Kesalahan Nabi Daud alaihis salam adalah beliau terlalu cepat memutuskan hukum tanpa mendengar dari pihak kedua. Maka demikian juga Nabi Muhammad juga pernah bersalah dan ditegur oleh Allah beberapa kali. Diantaranya Allah berfirman يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ ۖ تَبْتَغِي مَرْضَاتَ أَزْوَاجِكَ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ “Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu? Engkau ingin menyenangkan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” QS At-Tahrim 1 Terkadang Nabi berijtihad kemudian salah, lalu ditegur oleh Allah, sehingga syariat tidak mungkin keliru. Kemudian kesalahan-kesalahan para Nabi juga tidak mungkin menunjukkan keburukan akhlak mereka. Contohnya, tidak mungkin para Nabi itu berdusta, tidak mungkin para Nabi mencuri, tidak mungkin para Nabi berkhianat. Semua dosa-dosa yang menunjukkan rendahnya kedudukan dan wibawa seseorang tidak mungkin dilakukan oleh para Nabi lihat Tafsir Juz Amma syaikh al-Utsaimin. Tetapi para Nabi mungkin saja salah dalam berijtihad, lalu ditegur oleh Allah. Dosa-dosa seperti ini tidak menggugurkan kedudukan Nabi. Namun namanya seorang Nabi, ketika mereka melakukan dosa, maka mereka akan merasa sangat berat. Diantara hikmah Allah menjadikan Nabi berdosa yaitu agar kita bisa meneladani beliau dalam bermunajat dan meminta ampun kepada Allah. Diantara doa Nabi yaitu رَبِّ اغْفِرْ لِى خَطِيئَتِى وَجَهْلِى وَإِسْرَافِى فِى أَمْرِى كُلِّهِ ، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّى ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى خَطَايَاىَ وَعَمْدِى وَجَهْلِى وَهَزْلِى ، وَكُلُّ ذَلِكَ عِنْدِى ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ ، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ ، وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ ، وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ “Ya Allah, ampunilah kesalahanku, kejahilanku, sikapku yang melampaui batas dalam urusanku dan segala hal yang Engkau lebih mengetahui hal itu dari diriku. Ya Allah, ampunilah aku, kesalahan yang kuperbuat tatkala serius maupun saat bercanda dan ampunilah pula kesalahanku saat aku tidak sengaja maupn sengaja, ampunilah segala kesalahan yang kulakukan. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang telah lalu dan yang akan datang, dosa yang aku sembunyikan dan dosa yang aku lakukan terang-terangan. Engkaulah yang terdahulu dan Yang Terakhir dan Engkau berkuasa atas segala sesuatu.” HR Bukhari Hal ini menunjukkan bahwa Nabi benar-benar meminta ampun kepada Nabi atas kesalahan yang mungkin saja dia lakukan. Dan demikianlah kenyataannya, beliau pernah terjatuh di dalam dosa, akan tetapi Allah mengampuninya. Kemudian Allah berfirman الَّذِي أَنقَضَ ظَهْرَكَ “Yang memberatkan punggungmu” أَنقَضَ diambil dari kata نَقْضٌ yaitu suara yang keluar dari punggung unta ketika diletakkan di atas pelananya tumpukan beban yang banyak sehingga membuatnya merasa berat. Demikianlah kondisi Nabi dan secara umum orang-orang shaleh. Orang shaleh ketika terjerumus ke dalam dosa maka dia akan merasa berat. Dia akan merasa malu di hadapan Allah, dadanya terasa sempit dan sangat menyesalinya. Oleh karena itu, Allah menyuruh Nabi agar takut kepada Allah akan maksiat. Allah berfirman قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ “Katakanlah Muhammad, Aku benar-benar takut akan azab hari yang besar hari kiamat, jika aku mendurhakai Tuhanku’.” QS Al-An’am 15 Adapun para pelaku maksiat yang sudah sering melakukan kemaksiatan, maka dia akan merasa biasa saja, dan seakan-akan dia tidak pedulikan lagi. Kemudian Allah berfirman وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ “Dan Kami tinggikan sebutan namamu bagimu” Para ulama mengatakan bahwasanya ini merupakan kekhususan Nabi Muhammad yang tidak dimiliki oleh para Nabi sebelumnya lihat Tafsir As-Sa’di hal 929. Oleh karena itu, kita senantiasa mendengar pujian untuk Nabi. Nama Nabi selalu disebut dalam khutbah-khutbah, dalam ceramah-ceramah, dalam pembahasan-pembahasan hadits. Setiap orang yang melaksanakan shalat maka nama Nabi selalu disebut dalam bacaan tasyahud. Nama Nabi selalu digandengkan dengan nama Allah ketika seseorang mau masuk Islam, digandengkan dalam tasyahhud, dan digandengkan di dalam adzan dan iqomat, sedangkan adzan dan iqomat tak pernah berhenti berkumandang di muka bumi ini setiap waktu, karena jadwal adzan berjalan terus seiring berjalannya matahari. Bahkan saat anda membaca tulisan ini di atas muka bumi ini ada yang adzan dzhuhur, di belahan bumi yang lain ada yang adzan ashar, di belahan bumi yang lain ada yang adzan maghrib ada yang adzan isya, dan ada yang adzan subuh. Sungguh telah berlalu orang-orang hebat, para raja, para penguasa, para penemu, para pejabat, para konglomerat, akan tetapi kemana sebutan-sebutan terhadap mereka?! Demikian juga nama Nabi terangkat di hati-hati kaum muslimin, mereka mencintai dan mengangungkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam lebih dari siapapun Para ulama menyebutkan bahwa ayat ini memang berbicara tentang Nabi shallallahu alaihi wasallam, tetapi barang siapa yang menempuh jalannya Nabi maka dia akan mendapatkan sebagian keutamaan seperti Nabi. Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata وَاَلَّذِينَ أَعْلَنُوا مَا جَاءَ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَارَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِنْ قَوْله تَعَالَى {وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ} فَإِنَّ مَا أَكَرَمَ اللَّهُ بِهِ نَبِيَّهُ مِنْ سَعَادَةِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ فَلِلْمُؤْمِنِينَ الْمُتَابِعِينَ نَصِيبٌ بِقَدْرِ إيمَانِهِمْ “Dan orang-orang yang menyiarkan apa yang dibawa oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam maka bagi mereka bagian juga dari firman Allah “Dan Kami tinggikan sebutan namamu bagimu”, karena kebahagiaan dunia dan akhirat yang Allah anugrahkan kepada NabiNya maka kaum mukminin yang meneladani beliau juga mendapat bagian sesuai dengan kadar iman mereka” Majmuu’ Al-Fataawaa 28/38, lihat penjelasan Ibnul Qoyyim dalam al-Jawaab al-Kaafi hal 80, yaitu namanya akan diabadikan oleh Allah. Karena itu, dijumpai para ulama yang penuh hikmah dalam berdakwah dan penuh kelembutan, kesabaran, dan keikhlasan dalam mendidik manusia, namanya diabadikan oleh Allah lewat karya-karyanya dan nama mereka juga sering disebut-sebut dalam kajian maupun tulisan. Kemudian Allah berfirman فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا “Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” Para ahli tafsir berkata bahwasanya ayat ini berkaitan dengan kesulitan dakwah yang dihadapi oleh Nabi. Sehingga Allah menenangkan Nabi dengan dua ayat ini, bahwasanya setiap ada kesulitan pasti ada kemudahan. Allah berfirman dalam ayat yang lain سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا “Allah akan memberikan kemudahan setelah kesulitan” QS At-Tholaaq 7. Sebagaimana sabda Nabi وَأَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ، وَأَنَّ الْفَرَجَ مَعَ الْكَرْبِ، وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا “Dan sesungguhnya pertolongan datang bersama dengan kesabaran, kelapangan datang Bersama penderitaan, dan sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” HR Ahmad no 2803 dengan sanad yang shahih Kata para ulama, dalam dua ayat ini terdapat 4 penguat bahwasanya setiap ada kesulitan pasti ada kemudahan, yaitu Pertama, Allah membuka ayat ini dengan إِنَّ yang artinya sesungguhnya’, yang memberikan faidah penekanan bagi kalimat setelahnya. Kedua, Allah mengulangi kalimat tersebut dengan maksud untuk benar-benar menekankan. Ketiga, Allah menyebutkanالْعُسْرِ dalam bentuk ma’rifah yang diawali oleh alif lam. Alif lam disitu dalam bahasa Arab adalah alif lam al-ahdiyah sehingga الْعُسْرِ yang kedua adalah الْعُسْرِ yang pertama yang disebutkan kembali. Berbeda dengan يُسْرًا yang disebutkan dalam bentuk nakirah yang berakhiran tanwin, sehingga يُسْرًا yang kedua berbeda dengan يُسْرًا yang pertama. Dari sini dapat disimpulkan bahwa dalam dua ayat ini, kesulitan’ itu hanya disebutkan satu kali sedangkan kemudahan’ disebutkan dua kali. Oleh karena itu, diriwayatkan dari para salaf bahwasanya mereka mengatakan, لَنْ يَغْلِبَ عُسْرٌ يُسْرَيْنِ “Tidak mungkin satu kesulitan akan mengalahkan dua kemudahan[1].” lihat Tafsir Al-Baghowi 8/465 Keempat, Allah menggunakan kalimat مَعَ yang bermakna bersama’. Menunjukkan bahwasanya kemudahan tersebut akan segera datang setelah kesulitan. Sampai-sampai Ibnu Mas’ud berkata لَوْ دَخَلَ الْعُسْرُ فِي جُحْرٍ، لَجَاءَ الْيُسْرُ حَتَّى يَدْخُلَ عَلَيْهِ “Seandainya kesulitan itu masuk ke dalam sebuah lubang maka kemudahan akan datang dan ikut masuk bersamanya.” Tafsir At-Thobari 24/496 Ini semua menekankan bahwasanya apabila seseorang menghadapi kesulitan lalu dia berusaha bertakwa kepada Allah niscaya kemudahan akan mengiringi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. Allah berfirman وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya.” QS Ath-Thalaq 2 Dan ketahuilah bahwasanya jalan keluar itu dekat, seakan-akan dia datang bersama kesulitan yang baru saja dihadapi. Yang terpenting adalah senantiasa perbaiki hati, perbaiki husnudzhon kepada Allah, perbaiki ibadah kepada Allah, perbaiki tawakkal dan takwa kepada Allah. Dan kesulitan dalam ayat ini mencakup seluruh bentuk kesulitan, karena lafal الْعُسْرِ diawali dengan “alif laam” yang menunjukan al-istghrooq memberikan faidah keumuman mencakup seluruh kesulitan dan juga menunjukan betapapun berat dan besar kesulitan tersebut, maka ujungnya adalah kemudahan lihat Tafsir As-Sa’di hal 929 Kemudian Allah berfirman فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ “Maka apabila engkau telah selesai dari sesuatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain” Ada dua pendapat di kalangan ahli tafsir, Pertama, “Jika engkau telah selesai dari urusan akhiratmu maka fokuslah dan seriuslah untuk ibadah selanjutnya”. Dan banyak perkataan salaf akan hal ini, diantaranya Jika engkau telah selesai dari sholat maka seriuslah untuk berdoa Jika engkau telah selesai dari tasyahhud maka berdoalah untuk dunia dan akhiratmu Jika engkau telah selesai dari mendakwahkan risalah maka tegaklah untuk berjihad Jika engkau telah selesai dari perkara-perkara yang wajib maka tegaklah untuk melaksanakan perkara-perkara yang sunnah lihat Tafsir As-Sam’aani 6/252 Pendapat kedua, فَإِذَا فَرَغْتَ artinya “Maka apabila engkau telah selesai dengan urusan duniamu” dan فَانصَبْ artinya “Tetaplah semangat dan konsentrasi untuk urusan akhirat”. lihat Tafsir Ibnu Katsir 8/518. Adapun At-Thobari memandang ayat ini umum mencakup kedua pendapat tersebut lihat Tafsir at-Thobari 24/497-499. Ayat ini mengingatkan agar berkonsentrasi, serius dan fokus tatkala beribadah, bukan hanya konsentrasi dalam masalah dunianya saja. Seseorang perlu dengan dunia akan tetapi dia lebih butuh terhadap akhiratnya. Allah berfirman وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ “Dan carilah pahala negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia.” Al-Qashash 77 Namun dunia juga tidak boleh ditinggalkan, karena setiap orang punya kewajiban. Apakah dia bekerja untuk menafkahi dirinya, anak-anaknya, istrinya, atau orang tuanya. Allah berfirman فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ “Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.” QS Al-Jumu’ah 10 Sehingga yang menakjubkan bukanlah seseorang yang terus-menerus di masjid berdiam diri berdzikir terus-menerus, tetapi yang menakjubkan adalah seseorang yang berdagang atau bekerja, kemudian setelah tiba waktu shalat dia tinggalkan dagangannya tersebut lalu segera menegakkan shalat dan berkonsentrasi terhadap ibadahnya. Allah memuji orang-orang yang seperti ini. Allah berfirman رِجَالٌ لَّا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ۙ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ “Orang yang tidak dilalaikan oleh perdaganganmu dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang hari kiamat.” QS An-Nur 37 Bukan pula seseorang yang terlalu berkonsentrasi dengan dunianya lalu melupakan akhiratnya. Allah berfirman يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barang siapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” QS Al-Munafiqun 9 Oleh karena itu, sebagaimana seseorang itu serius dengan dunianya, maka dia juga harus serius ketika beribadah kepada Allah. Berangkat dari hal tersebut, Al-Hafizh Ibnu Katsir menyebutkan tentang riwayat-riwayat yang melarang seseorang yang sedang beribadah kemudian pikirannya terlalaikan dari Allah. Diantaranya, beliau menyebutkan dalil tentang larangan shalat ketika makanan sudah dihidangkan. Nabi bersabda لاَ صَلاَةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلاَ وَهُوَ يُدَافِعُهُ الأَخْبَثَانِ “Tidak ada shalat ketika makanan telah dihidangkan, begitu pula tidak ada shalat bagi yang menahan kencing atau buang air besar.” HR Muslim no. 560 Sehingga jika telah tiba waktu shalat namun dia benar-benar dalam kondisi kelaparan, sementara itu makanan telah dihidangkan, maka hendaknya dia terlebih dahulu makan agar ketika shalat nanti pikirannya tidak terfokus dengan rasa lapar dan makanan yang telah dihidangkan tersebut. Hal ini semakna dengan seseorang yang menahan kentutnya atau buang air ketika shalat, hendaknya dia mengeluarkannya terlebih dahulu sebelum shalat dilaksanakan. Kemudian Allah berfirman وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَبْ “Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap” Berdasarkan kaidah bahasa Arab, pada umumnya susunan jar majrur إِلَىٰ رَبِّكَ itu diakhirkan ketika berada dalam susunan kalimat lengkap, sehingga menjadi فَارْغَبْ إِلَىٰ رَبِّكَ yang artinya “Berharaplah kepada Tuhanmu”. Dalam bahasa Indonesia pun demikian, objek selalu diakhirkan. Namun ketika objeknya didahulukan daripada kata kerjanya maka dalam bahasa Arab memberi faidah kekhususan. Sebagaimana ayat di atas. Ketika jar majrur-nya yang merupakan objek didahulukan maka kalimat mengandung makna pembatasan, yaitu “Hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap” dan tidak boleh berharap kepada selain-Nya. Tidak sebagaimana apabila objek diakhirkan, tidak menutup kemungkinan untuk berharap kepada selain Allah. Demikianlah seharusnya seorang muslim, dia hanya berharap kepada Allah, dan tidak berharap kepada makhluk. Karena barang siapa yang berharap kepada makhluk, pasti dia akan kecewa. Apabila kita membutuhkan bantuan dari seseorang maka kita berharapnya kepada Allah, kita memohon agar Allah membuka hatinya. Jangan berharap langsung kepada dia, karena hati manusia berubah-ubah. Hari ini dia mengiyakan, besok mengatakan tidak. Dalam ayat ini Allah juga menggunakan ungkapan رَبٌّ yang kembali kepada makna rububiyah Allah. Karena dalam masalah berharap, kita butuh terhadap makna rububiyah Allah. Dialah yang memberi rezeki dan memberi kemudahan. Kita tidak berharap kecuali kepada penguasa alam semesta ini, kepada Dzat yang membolak-balikan hati manusia. [1] Diriwayatkan lafal ini juga dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, akan tetapi sanadnya lemah, dilemahkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya 8/417 dan Al-Albani Lihat Ad-Do’iifah 3/594
BestSeller Buku Tafsir Ibnu Katsir; Materi Agama Islam. Doa Membayar dan Menerima Zakat Fitrah; Peninggalan Sejarah Islam di Indonesia dan Fotonya; Surat Al Insyirah 1-8 Beserta Keutamaan dan Cara Kategori. Administrasi 5; Agama Islam 181; Akuntansi 42; Bahasa Indonesia 148; Bahasa Inggris 59; Bahasa Jawa 3; Biografi 32; Biologi 129;
Hasil pencarian tentang Tafsir+Ibnu+Katsir yang dimaksud oleh mereka adalah Al Walid Ibnu Mughirah di Mekah, atau Urwah ibnu Mas'ud Ats Tsaqafi Sebagian ahli tafsir ada yang mengatakan bahwa lafal Illaa di sini bermakna Ba'da, yakni sesudah. melihat sebelas bintang, matahari dan bulan, tunduk dan bersujud di hadapanku." 1 Lihat catatan kaki tafsir ingatlah ketika Kami berikan kepada Musa Alkitab yakni kitab Taurat dan pemisah merupakan 'athaf tafsir petunjuk, bila tidak mengetahui jalan yang harus ditempuh dan tersesat1. 1 Lihat catatan kaki pada tafsir mereka, tatkala para utusan Allah datang untuk menyampaikan petunjuk kebenaran. 1 Beberapa pakar tafsir orang-orang yang telah diberi ilmu pengetahuan dari kalangan sahabat Nabi saw. antara lain adalah Ibnu...Masud dan Ibnu Abbas mereka mengatakan kepadanya dengan nada sinis dan mengejek, "Apakah yang "1 1 Lihat catatan kaki tafsir ayat 27, surat al-Mu'minûn. "1. 1 Pada edisi bahasa Arab, tafsir ayat ini hanya berhenti sampai ". . . di akhir malam." Ibnu Abbas mengatakan, "Saya tidak mengetahui tentang apa yang terjadi dengan golongan yang bersikap...Hakim telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa golongan tersebut ikut pula melakukannya dan bahkan takjub "1 1 Lihat catatan kaki tafsir ayat 65 surat al-A'râf. Lihat catatan kaki tafsir surat al-A'râf, ayat 73. kepadamu hai Muhammad ayat-ayat yang jelas atau terang, menjadi 'hal' sebagai sanggahan terhadap ucapan Ibnu Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Memberi balasan atas perbuatan mereka 1. 1 Lihat catatan kaki tafsir kepada mereka kecuali dengan susah-payah1. 1 Dua gunung yang mengapit dinding yang disebut dalam tafsir anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu seperti Abdullah ibnu Salam dan pengikut-pengikutnya yang beriman kepada Muhammad, maka sesungguhnya Demikianlah menurut pendapat yang telah dikemukakan oleh Ibnu Abbas tempat tinggal mereka dengan muka tertelungkup, tidak bergerak sedikit pun1. 1 Lihat catatan kaki tafsir Ayat ini diturunkan sewaktu Ibnu Zaba'ri mengatakan, bahwa penyembah Uzair, Al Masih dan para Malaikat Dan ingatlah ketika Isa ibnu Maryam berkata "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah Orang yang dimaksud dalam ayat ini adalah Walid ibnu Mughirah atau lainnya. suatu masalah, yaitu bahwa Nabi saw. pada suatu hari menaiki keledai kendaraannya, lalu ia melewati Ibnu...Ketika melewatinya tiba-tiba keledai yang dinaikinya itu kencing, lalu Ibnu Ubay menutup hidungnya, maka...berkatalah Ibnu Rawwahah kepadanya, "Demi Allah, sungguh bau kencing keledainya jauh lebih wangi daripada Ketika Nabi saw. melakukan salat jenazah atas kematian Ibnu Ubay pemimpin orang-orang munafik, maka ini diturunkan berkenaan dengan segolongan orang-orang Yahudi yang masuk Islam; antara lain; Abdullah ibnu al-Qur'ân menafsirkan ayat yang lain" al-Qur'ân yufassiru ba'dluhu ba'dlan, yang dikenal di kalangan ahli tafsir sesuatu yang telah mati dari alam kuburnya1. 1 Untuk komentar atas ayat ini, lihat catatan kaki tafsir Ibnu Masud mengatakan, bahwa siksaan tambahan itu berupa kelabang-kelabang yang taringnya bagaikan Kata Ibnu Salam, "Sesungguhnya ketika aku melihatnya, maka aku pun segera mengenalnya, sebagaimana aku yang pernah pelakunya mendapat ancaman seperti membunuh, berzina, mencuri dan lain-lain yang menurut Ibnu
Hasilpencarian tentang Al+kaidah+ayat+2+mnurut+tafsir+Ibnu+katsir tafsir Surat Al-Insyirah Ayat 3 (Yang memberatkan) Lihat catatan kaki ayat 190-194, yang berkenaan dengan perang. tafsir Surat Az-Zukhruf Ayat 31. yang dimaksud
qa2Eg.
  • zfuvlb436a.pages.dev/120
  • zfuvlb436a.pages.dev/392
  • zfuvlb436a.pages.dev/388
  • zfuvlb436a.pages.dev/417
  • zfuvlb436a.pages.dev/163
  • zfuvlb436a.pages.dev/295
  • zfuvlb436a.pages.dev/94
  • zfuvlb436a.pages.dev/426
  • tafsir surat al insyirah ibnu katsir